Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label parenting. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 Januari 2018

Gizi Tepat untuk Kids Jaman Now



"Our children are our only hope for the future, but we are their only hope for their present and their future" -Zig Ziglar 

Anak adalah masa depan; dan orangtua adalah penentu kehidupan anak saat ini hingga masa mendatang. Salah satu peran terpenting orangtua dalam kehidupan anak adalah memelihara kesehatan mereka, dan hal ini dimulai bahkan sejak anak masih berada di dalam kandungan ibu. Asupan makanan ibu saat hamil, menjadi sumber kehidupan dan kesehatan pada janin.

Setelah anak lahir, bertumbuh dan berkembang, orangtua pun masih memegang peranan dalam penyediaan nutrisi anak. Terutama pada 1,000 hari pertama kehidupan anak adalah masa yang paling krusial--bahkan bisa menjadi penentu masa depan. Jadi jangan pernah anggap remeh masalah gizi pada bayi dan balita ya gaess!

Senin, 23 Oktober 2017

Masa Depan Cerah Anak harus Dirancang dari Sekarang



Sebagai orangtua, impian kita semua adalah melihat anak masuk sekolah unggulan, mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, lalu sukses meniti karir hingga mendapat penghasilan serta jabatan yang prestisius. Namun untuk dapat menggapai semua itu, orangtua harus menyiapkan segalanya sedini mungkin--lebih cepat lebih baik.

Fakta yang tak bisa kita hindari: biaya pendidikan terus meningkat setiap satu atau dua tahun. Inflasi biaya pendidikan tersebut dapat mencapai 15-20% besarnya. Anak kita yang masih kecil saat ini akan berkali lipat lebih mahal biaya kuliahnya nanti. Jadi jangan tertawakan teman atau kerabat yang berniat untuk siapkan uang kuliah bagi anaknya yang masih bayi ya!

Parahnya lagi, angka inflasi biaya pendidikan melebihi tingkat inflasi secara umum. Artinya, kenaikan gaji orangtua tidak sebanding dengan kenaikan biaya pendidikan anak. Akan sangat sulit untuk mengejar jumlah biaya pendidikan yang terus meningkat, jika hanya mengandalkan gaji bulanan.

Kamis, 06 April 2017

Si Komo Returns!


Buat generasi mulai jompo yang besar di tahun '90an, sosok Si Komo pasti tak asing. Karakter yang mengambil sosok hewan langka khas Indonesia--komodo--ini adalah salah satu tokoh ciptaan Kak Seto Mulyadi, psikolog sekaligus pemerhati anak. Tokoh Si Komo muncul dalam sebuah program khusus anak-anak, bersama dengan karakter hewan lainnya seperti Belu (Bebek Lucu), Ulil (Ulat Kecil), serta Dompu (Domba Putih). Bahkan, Si Komo yang diisi suaranya oleh Kak Seto tersebut juga 'menyanyikan' sejumlah lagu anak-anak. Yang paling legendaris dan masih sering jadi joke klasik sampai saat ini: "macet lagi, macet lagi, gara-gara Si Komo lewat ..." Hihihi.

Apa jadinya bila tokoh Si Komo yang populer pada era '90an muncul kembali tahun 2017 ini? Kira-kira masih menarik nggak ya untuk generasi sekarang yang sudah serba gadget?

Kamis, 27 Oktober 2016

Yuk Jadi Keluarga Pencetak Generasi Titanium!

Dok. Film Super Didi

"Keluarga adalah pendidik yang pertama dan utama, tapi seringkali yang paling kurang persiapannya." Pagi ini (Rabu, 27 Oktober 2016) saya denger kalimat pencerahan--sekaligus menohok--ini dari Bapak Harris Iskandar, Direktur Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD-DIKNAS). Ya, saya setuju banget dengan statement yang diungkapkan Pak Harris dalam Diskusi Panel WOWSaveID bersama Kemendikbud tersebut. Siap menikah, siap berkeluarga, mestinya siap menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak. Akan tetapi hal ini nampaknya sering terlupakan dan terabaikan.

Diskusi Panel yang dihadiri oleh para pendidik dan pemerhati pendidikan termasuk blogger KOPI ini mengulas berbagai sisi dalam pembangunan Generasi Titanium yang disebut juga GTI 4.0.

Selasa, 14 Juni 2016

Ayo jadi Sahabat Anak


 
Kasus child abuse yang makin marak terjadi beberapa bulan belakangan ini pastinya meresahkan kita semua--baik orangtua maupun anak sendiri. Hal ini yang membangkitkan kesadaran dan sinergi dari berbagai pihak yang peduli anak Indonesia, untuk menciptakan situasi yang lebih bersahabat bagi anak. Untuk menyuarakan kampanye "Ayo Jadi Sahabat Anak", digelar acara yang bertajuk Ramadhan Bincang Anak 1437 H pada Selasa, 14 Juni 2016.

Kamis, 14 April 2016

Super Didi Meriahkan Hari Kartini

Hari Kartini diperingati setiap 21 April, sebagai simbol emansipasi wanita Indonesia--yang telah mulai diperjuangkan oleh sosok wanita bernama Raden Ajeng Kartini puluhan tahun lalu. Momen Hari Kartini biasanya digunakan untuk mendengungkan kembali hak-hak serta peranan wanita yang begitu besar; baik dalam keluarga, karier, bermasyarakat, bahkan bernegara. Uniknya, tahun ini saya menemukan sesuatu yang "nggak biasa", di mana momen Hari Kartini justru dipakai untuk menonjolkan peranan seorang ayah dalam keluarga, yakni pada film Super Didi yang bakal tayang perdana 21 April 2016 mendatang.

Saya sempet berpikir, jangan-jangan Reymund Levy (the man behind this movie) adalah bapak-bapak yang nggak rela karena Indonesia punya Hari Kartini dan Hari Ibu, tapi nggak merayakan Hari Bapak. Huehehehe. Just kidding.

Dari acara mini conference dengan film maker dan pemain film Super Didi beberapa waktu lalu, saya dapet contekan bahwa meski mengangkat cerita soal ayah, film Super Didi ini sangat relevan dengan Hari Kartini karena berisi pesan betapa pentingnya kehadiran dan peran seorang ibu. And today, saya dapat kesempatan nonton film Super Didi--seminggu lebih awal dari tanggal rilis di bioskop *yippie!* 
tenang saja... posting ini nggak akan memberikan spoiler yang menyebalkan kok ^__~

Selasa, 29 Maret 2016

Ngurus anak itu kodrat seorang Ibu, masa sih?

:: source ::
Persepsi bahwa ngurus anak adalah kodrat seorang ibu sepertinya ada di benak kebanyakan orang Indonesia. Iya nggak sih? Kental dengan budaya Patriarki, sosok ayah atau bapak biasanya lebih jadi tokoh kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah, sedangkan ngurus anak dan hal2 domestik lainnya jadi 'wilayah' ibu/mama/bunda.

Persepsi ini nggak sepenuhnya salah--tapi juga nggak sepenuhnya benar. Disadari ato nggak, peng-kotak2-an peran antara "bapak" dan "ibu" seperti itu akhirnya membatasi bonding antara bapak dengan anaknya. Apalagi dengan gencarnya gerakan emansipasi wanita seiring perkembangan jaman, seorang wanita--termasuk ibu--juga bisa turut andil mencari nafkah keluarga. Kalau begitu, kenapa bapak nggak 'emansipasi' juga dgn ikut andil ngurus anak, masak, bebersih rumah, dan sebagainya? 


Kamis, 18 Februari 2016

5 Fakta Giring "Nidji" yang Kamu Belum Tau

Masih inget sama Giring, kan? itu lohhh vokalisnya band Nidji, dengan ciri khas rambut kribo dan gaya 'pasang lampu' saat bernyanyi.

Siang ini [Kamis, 18 Februari 2016] saya berkesempatan ngobrol-ngobrol ikrib sama Giring di markas KOPI, gedung Sarinah lantai 12. Dari obrolan kami selama sekitar 1 jam, ada banyak banget cerita dari Giring yang seru, mengagetkan, dan juga mengharukan. Sebagai summary buat kamu-kamu sekalian, saya pilihkan 5 fakta soal Giring yang (mungkin) kamu belum tau:

1.  Penampilan Baru
 Perubahan penampilan Giring yang cukup mencolok adalah fakta pertama yang mau saya ungkap di sini. Gimana nggak mencolok, Giring yang identik dengan rambut kribo kini tampil dengan rambut cepak dan blonde. Apa yang melatarbelakangi perubahan rambutnya ini ya?

Dok. KOPI

Sabtu, 25 Oktober 2014

Ajarkan Anak Soal Hedonisme

Selebrita memamerkan koleksi barang-barang bermerek dan mobil mewah, resepsi pernikahan amat glamor ditayangkan di televisi. Fenomena seperti ini saya tangkap sebagai simbol betapa hedonisme berada dalam masa jayanya di negeri ini. Banyak orang mungkin menganggap saya lebay, atau menyangka concern saya terhadap perilaku hedonisme tak lebih dari komentar sirik. Bukan, beneran deh bukan. Sebagai ibu dari 2 orang anak perempuan, saya hanya khawatir anak-anak saya nantinya memiliki pola pikir dan pola hidup yang salah: mengutamakan uang dan harta benda di atas segalanya. 

Jumat, 01 November 2013

[Written in English Project #5]: Love More & Judge Less!


I am a mother. But you won't find many parenting articles in this blog. It's not that I don't want to share about my parenthood stories and experiences. Like any other mothers, I'd looove to talk about my children. But one thing I found--and HATE it a lot!--is that how women (esp. mothers) like to judge other mothers' parenting style and decisions.

Dear moms all over the world, let's end this mother war. Let's love more and judge less.

  


This is my 5th article for my "Written in English - Project" on this blog. Every month, I'll make 1 (or more) post(s) in English. I was suppose to make this post on October -_-'  Anyway, better late than never, right? :P Feel free to comment on this subject or my English writing ;) Thanks!

Selasa, 29 Oktober 2013

Bumer Bukan 'Bummer'

Kalo biasanya nulis blog post ato artikel trus mandek karena ga nemu judul, kali ini malah sebaliknya. Saya justru tergerak utk nge-post karena judul di atas udah melayang di otak beberapa waktu lamanya. Istilah BUMER adalah singkatan untuk iBU MERtua, yang sering saya baca di salah satu komunitas (group) ibu-ibu di Facebook. Waktu pertama kali membacanya, spontan saya teringat kata BUMMER dalam bahasa Inggris. "Aw.. bummer!" adalah contoh pemakaian istilah bummer yang umum, dan dlm bahasa Indonesia artinya kira-kira "Ah, sial!".

Bumer dan Bummer. Kalau cuma sekedar mirip penulisannya aja, pasti saya nggak terdorong utk bikin tulisan ini. Masalahnya, sejak join grup Facebook berisi bu'ibu, saya sering banget menemukan curhat keluhan soal ibu mertua. Yes, it's a classic thing. Drama antara ibu mertua dan menantu, terutama menantu perempuan. Jadi kayaknya sosok bumer itu emang identik jadi 'bummer' buat kita (bu'ibu alias mantu). Ya gak sih?

Tentu, selalu ada pengecualian. Saya nggak pernah percaya dengan generalisasi. Saya tau dan yakin pasti ada (dan banyak juga) sebenarnya menantu dan mertua yang kompak, akrab, tanpa drama. Tapiiiii rasanya nggak berlebihan sih klo saya klaim bahwa MAYORITAS perempuan menikah (pernah atau masih) punya konflik dgn ibu mertua. Entah itu cuma konflik di hati--alias sering nahan nyesek di dada, atau malah konflik terbuka. Baik dalam hal sepele sehari-hari, atau menyangkut suatu masalah yang serius. Whatever that is.

Iya, saya juga. Haha :D

Selasa, 15 Januari 2013

meski tak eksklusif, aku tetap mengASIhimu


ASI. Tiga huruf dengan sejuta manfaat. Oke, mungkin nggak sampe sejuta--saya agak lebay. Tapi para pembaca yg pinter pasti ngerti maksud saya kalau yang namanya Air Susu Ibu punya buanyak sekali manfaat. Selain kandungan gizi dalam ASI yang luar biasa dan konon nggak bisa digantikan dengan apapun, proses memberikan ASI alias menyusui pun punya berbagai kegunaan.

Menyadari hal-hal di atas tadi, sejak belum menikah saya sudah berambisi dan bertekad untuk memberikan ASI eksklusif (ASIX) buat anak saya. Iya, dari SEBELUM MENIKAH, bukan cuma sejak menikah atau saat hamil. Karena memang dulu saya pernah kerja di majalah Inspired Kids yang isinya soal pengasuhan anak, pengetahuan dan imajinasi mengenai anak memang sudah bergelayut di otak sejak saya masih single.

Unfortunately, memberi ASIX adalah ambisi saya yang akhirnya nggak tercapai. Buat saya hal ini bisa dibilang sebagai salah satu kegagalan terbesar dalam sejarah hidup saya. Patah hati banget rasanya, sedihnya nggak terkira, kecewa berat, ... nggak bisa digambarkan dengan kata2 lah. Terakhir kali saya merasa down kayak gitu adl saat nggak berhasil tembus UMPTN. Waktu itu saya merasa sgt malu dan bersalah sm orgtua, krn saya satu2nya anak di keluarga kami yang gagal UMPTN; pdhl saya jg satu2nya anak yg sekolah di sekolah unggulan dan biaya sekolahnya paling mahal.

Kembali ke soal ASI... Kenapa akhirnya saya gagal memberi ASIX pada anak pertama kami--Shalom? Ah, banyak faktor yg bisa 'dituding' sbg penyebab. Tapi yang pasti produksi ASI saya memang sedikit. Ditambah lagi faktor ini itu (mostly psikologis) yg enggan saya bahas di sini krn akan terlalu panjang lebar dan bikin saya mewek; jadilah bener2 ASI itu mampet dan nggak keluar.

Tapi PLEASE, jangan tuduh saya nggak berusaha. Jangan bilang kalau ASI itu cuma soal pola pikir, kalau yakin maka pasti bisa. Jangan menghakimi kalau saya kurang kuat bertekad. Saya berusaha, saya berjuang. Saya tutup mata dan kuping saat suami dan ibu mertua sdh menyiapkan susu formula serta botol. Saya ngotot bilang masih mau coba menyusui, walaupun yang keluar cuma tetesan. Sampai di titik balik ketika Shalom harus nginep di RS dan disinar karena dehidrasi dan menguning. Suami saya sampai mengacungkan jarinya dan bilang: "ini semua karena keegoisan kamu dan prinsip ASI eksklusif bullshit itu!" Jangan, jangan juga salahin suami saya. Mengertilah bahwa saat itu dia cuma sgt khawatir dgn kondisi anak pertama kami. Namanya baru pny anak, lg seneng2nya, tiba2 nggak bisa bobo bareng si bayi (walau cuma 1 malam). *tuh kan, nyeritain segini aja udah mulai mewek deh*

Saya pun menyerah. Shalom jadi anak susu formula. Bahkan untuk menyusui 'basa-basi' pun akhirnya berhenti, karena bocahnya pun nggak sabaran dan nggak tertarik lg utk nenen ke mamanya. Apalagi sbg cucu pertama, di rumah mertua wkt itu saya jarang pegang anak sendiri, opung2nya yg lbh sering gendong dan kasih susu. Oh well.

Tapi lain dulu lain sekarang. Untuk anak kedua kami, Glow, saya masih terus mencoba menyusui. Produksi ASI saya memang masih tetap sedikit *percaya deh, saya udah rajin minum susu, makan daun katuk, bayam dan rekan2nya utk ngeboost ASI* tapi saya nggak mau lagi menyerah. Meski nggak eksklusif--karena tetap ditambah susu formula--saya akan tetap memberikan ASI.

Buat ibu2 di luar sana yang punya nasib serupa dgn saya alias produksi ASI-nya sedikit, pesan saya: jangan menyerah! Saya nggak asal ngomong, saya tau banget down-nya, rasa bersalah, kecewa, sedih, malu krn nggak bisa kasih ASI buat bayi sendiri. Juga iri luar biasa saat ibu2 lain menyusui dan ngomongin ASI. Apalagi NGGAK SEDIKIT orang yang menghakimi kita, menganggap kita cuma nggak berusaha. Hey, they don't know anything, so don't let their words bring you down!

Saya sendiri pun akhirnya baru bisa 'move on' setelah denger kata2 Dr. Herbowo, dokter spesialis anak yang pegang Shalom, bahwa produksi ASI itu juga soal rejeki. Guess what, istri si dokter ini pun tnyt pny masalah yg sama. Kebayang dong ironinya sbg seorg dokter yg menyarankan ASIX ke semua ibu2 terpaksa hrs kasih tambahan sufor juga buat anaknya. Saya yakin dokter ini dan istrinya jg pasti berjuang abis2an spy bisa kasih ASIX. Bekal pengetahuan yg dimiliki si dokter pun nyatanya nggak mengubah kenyataan tsb. Saya jadi bisa mengamini kalau (produksi) ASI adalah soal BERKAT dari Tuhan. Ada yang dikasih melimpah, pas-pasan, bahkan sedikit. Tanggung jawab kita sbg manusia--sebagai ibu--adalah menggunakan dgn maksimal berkat yang sudah diberikan.

Buat ibu-ibu lain yang punya berkat ASI melimpah, bisa memberi ASIX (bahkan menjadi donor ASI): BERSYUKURLAH! Kadang kita lupa bersyukur karena menganggap menyusui itu hal yang biasa saja. Dari sisi ibu yang nggak punya berkat sebanyak kalian, kami tahu betapa berharganya berkat itu. Dan kalau boleh kami memohon, dengan segala kerendahan hati, untuk tetap mengkampanyekan ASI dan ASIX tanpa MENGHAKIMI, MENYUDUTKAN, apalagi MENYALAHKAN ibu2 yang belum bisa menunaikannya. Memang ada juga sih ibu2 yang enggan menyusui, atau memilih nggak menyusui dgn berbagai alasan (bukan karena nggak bisa atau produksinya sedikit). Untuk ibu2 yg spt itu, terus terang saya pgn bgt jitak kepalanya *eh* saking gemesnya krn nggak mengoptimalkan berkat yg dimiliki.

Akhir kata, saya mau ucapkan selamat menunaikan ibadah menyusui buat semua ibu2 di luar sana yang sedang menjalankannya. Got to go now, baby Glow is calling for her nenen-time. Ciao!

Kamis, 06 Desember 2012

The Great Expectation

Sabtu pagi, 12 Juni 2010, untuk kesekian kalinya aku mencoba test pack. Karena sudah beberapa kali kecewa—melihat hasil negatif—hari itu aku mencoba untuk tak terlalu berharap. Saat itu aku dan suamiku memang sudah sangat merindukan kehadiran seorang buah hati, apalagi usia pernikahan kami sudah sekitar 9 bulan.

Tersentak rasanya di kamar mandi ketika melihat ada 2 garis tercetak di test pack. Positif? Really? Bergegas aku kembali ke kamar tidur, hendak memberitahu suamiku. Masuk ke kamar, ternyata suamiku sedang menjalani ritual doa pagi yang biasa dilakukannya. Jadilah dengan perasaan tak menentu aku menunggunya selesai berdoa. Begitu dia selesai berdoa, membuka mata dan berbalik ke arahku, aku memandangnya sambil menunjukkan hasil test pack. “Dua garis, positif bang…” ujarku dengan sedikit bergetar. Suamiku langsung memelukku dengan erat, “Puji Tuhan!” jawabnya. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Kami berdua kemudian tertawa sekaligus terisak, sambil terus berpelukan. Ah, memang campur aduk perasaan kami saat itu.