- Faktor Joko Anwar. Selama ini saya belom pernah kecewa nonton film-filmnya bang Joko *
klo kecewa baca twitnya yang sering kelewat nyinyir sih udah beberapa kali. Secara tema selalu nggak biasa, ada twist yang gila atau gak ketebak, dan ciamik pilih pemain yang alami. - Meraih 7 nominasi di FFI 2015, padahal belum juga masuk bioskop. Jujur, ini sempet bikin saya bingung--lah filmnya blom tayang kok udh bisa menang penghargaan? Bikin penasaran.
- Berprestasi di festival luar negeri. Jujur lagi, saya sebenernya bukan penggemar film 'rasa' festival; krn biasanya berat, lebih bikin mikir daripada terhibur. But then again, mengingat ini filmnya bang Joko, saya punya keyakinan kalau film ini akan tetap gampang dicerna.
- Poster dan trailer-nya yang seksi. Surprised banget film yang sensual bisa dapet penghargaan dalam negeri. Biasanya--jangankan menang penghargaan--filmnya nggak diboikot aje udah bagus.
Pucuk dicinta ulam tiba. Hari ini, Rabu 3 Februari 2016, saya dapet kesempatan nonton film A Copy of My Mind (ACOMM) dalam Press Screening dan Press Conference-nya di Plaza Indonesia XXI, Jakarta. Kira-kira bagaimana verdict saya terhadap film ini setelah menontonnya? Apakah sesuai ekspektasi? Silakan baca lebih jauh lagi di sini... No worries, review saya ini TIDAK MENGANDUNG SPOILER kok ;)
A Copy of My Mind bercerita tentang Sari (Tara Basro), petugas facial di sebuah salon kecantikan, yang punya cara khusus melepaskan diri dari kelelahan rutinitas pekerjaan setiap hari: dengan nonton DVD bajakan yang dibeli dari toko langganan. Saking passionate-nya nonton DVD, Sari terganggu dengan subtitle DVD bajakan yang dinilainya sering ngaco. Dia memutuskan untuk komplain mengenai hal tersebut pada si pedagang DVD, hingga akhirnya dia kenalan dengan Alek (Chicco Jerikho) yang bekerja sebagai penulis teks film bajakan. Sari dan Alek pun jatuh cinta. Di tengah kehidupan asmara yang membara sepasang ‘rakyat jelata’ ini, sebuah drama terjadi—ketika Sari tengah bertugas melakukan facial bagi seorang narapidana istimewa di sel yang mewah, dan tak sengaja menemukan sebuah DVD berisi video rahasia yang menampilkan kebusukan politik para pejabat negara.
Sensual Scenes
By far, ini adalah film Indonesia paling vulgar yang pernah saya tonton di bioskop, Vulgar dalam arti menunjukkan adegan penuh gairah yang amat sangat nyata--mulai dari ketegangan pada pasangan yang baru membuka lembaran intim, bibir saling berpagut gemas, tatapan menggoda, sampai belaian dan desahan. No doubt, ACOMM harus masuk kategori film dewasa. Saya pribadi sih sangat menikmati adegan-adegan ini. Bahkan (maaf ya suamiku..) saya sampai horny juga melihat aksi Chicco. Hahaha. But seriously, mungkin buat sebagian orang yang tak terbiasa, akan jengah menyaksikannya.
Prediksi saya, film ini bakal laku bagi pasangan-pasangan pacaran, terutama krn beredarnya di bioskop pun sekitar Valentine's Day. Bisa jadi modus banget buat cowok-cowok yang belagak ngajak ceweknya nonton film "romantis" padahal lebih buat mancing birahi. Hoho. Harapan saya sih penonton Indonesia bisa lebih cerdas, dan nggak hanya fokus pada 'kemasan' seksi dari film ini. Karena sesungguhnya kemasan seksi ACOMM membungkus ragam masalah berat negeri ini, mulai dari mafia pembajakan sampai dirty politic.
Sisi Depresi
Terlepas dari sisi romansa bergairah, film ACOMM bisa dibilang cukup dark. Penggambaran sisi kelam Jakarta yang terasa begitu nyata, menurut saya bikin film ini punya sisi depresi yang kuat. Di akhir film, saya merasakan sebersit kegelisahan dan kemarahan terhadap negeri ini. Jadi kalau menurut saya, genre ACOMM adalah drama depresif--yang biasanya bukan genre favorit saya. But amazingly, bang Joko bikin film drama depresif yang satu ini sangat menghibur.
Behind The Scene Dok. ACOMM |
Behind The Scene Dok. ACOMM |
Natural dan Jujur
Walaupun Tara Basro yang berhasil bawa pulang Piala Citra berkat film ini, menurut saya akting natural ditunjukkan oleh setiap pemain ACOMM. Semua peran sangat believable. Jadi saat bang Joko bilang "kita mau film ini menjadi time capsule yang menggambarkan Indonesia dalam bentuk paling jujur dan real," saat jumpa pers ACOMM tadi, menurut saya they nailed it. Mereka berhasil. Dan salah satu yang bikin film ini terlihat natural sekali adalah karena syutingnya dilakukan gerilya, banyak yang semi-candid, ada pula yang syuting dulu baru minta ijin.
Press Conference Dok. Pribadi |
Saya makin kagum ketika mengetahui fakta bahwa syuting film ini hanya memakan waktu 10 hari dengan kru sekitar 20 orang saja. Meskipun proses risetnya cukup panjang yakni 4 bulan, begitu pula dengan proses pembuatan lagu yang nggak sebentar, karena film ini tanpa scoring, semua memakai lagu yang dibuat khusus oleh Rooftop Sound.
Sebagai kesimpulan akhir, saya sama sekali tidak kecewa dengan film ini. ACOMM menjadi hawa segar perfilman Indonesia yang sudah lebih terbuka. Semoga banyak penonton yang bisa menikmati dan menghargai film A Copy of My Mind yang mulai tayang serentak di bioskop 11 Februari 2016.
= Saya kasih nilai 4 dari 5 untuk film ini =
10 komentar:
Great artikel untuk review film saya suka gaya tuturnya bravo salam kopi....
*angkat cangkir kopi* makasih banyak kak Bagus :)
Karya joko anwar patut di tunggu neh ya mbak
"klo aku sih yes", mbak @turiscantik :D
Baca reviewnya jadi punya perasaan pasti film ini keren...
ah kak Rey bikin gak enak ati :P jangan ketinggian jg ekspektasinya krn review aku doang, hihi.. tapi kudu nonton lah kak. I think you'll enjoy it as much as I do ;)
Wah.. Aku juga suka film-film arahannya Joko Anwar. Kayaknya udah jaminan mutu. :D Cuma yg ini blm sempat nonton. Sayang banget.. :D
Judulnya nancep, langsung tertarik baca dari awal sampai akhir
Asli, film ini tuh seksi, tapi gak seronok, pikiran kita dibikin ke buka, tapi gak asal.
Salam,
Shera.
Gemes, pengen punya DVD nyaaaaa
Salam,
Oca
Posting Komentar
Sudah baca artikel ini? Tinggalkan komentar ya... Thanks!