Rabu, 27 Maret 2013

Pancasila Kita-kita


“Hah? Pancasila?! Kayak anak SD mau upacara bendera!” Begitu tanggapan salah seorang sahabat saat saya katakan bahwa saya ingin menulis tentang Pancasila. Sepertinya bukan cuma sahabat saya yang berpikir demikian—bahwa Pancasila hanyalah sekadar ‘hafalan’ untuk anak sekolah.

:: Dok. Wikipedia ::
Masih banyak juga sih yang menghormati Pancasila. Tapi saking hormatnya, Pancasila seperti sesuatu yang keramat atau suci, nggak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. In my humble opinion, hal ini terjadi karena Pancasila kerap dikaitkan dengan kata-kata yang ‘berat’,  sehingga akhirnya terkesan sangat normatif. “Ideologi”, “bhineka”, juga “nilai luhur” adalah beberapa contoh istilah yang sering digunakan bersama dengan kata Pancasila. Istilah-istilah yang mungkin pada dasarnya bisa kita mengerti, tapi tetap terasa ‘jauh’ dan tak bisa dipahami kaitannya dengan kehidupan nyata. Boro-boro menjadikan Pancasila sebagai jati diri atau kepribadian bangsa, untuk memahaminya saja sulit.

Jumat, 08 Maret 2013

Suamiku = Kado Ultahku

Besok suami saya ulangtahun. Dan berhubung dia nggak suka kejutan, beberapa hari yang lalu saya tanya padanya mau dibelikan kado apa. Jawabannya diplomatis deh. "Ah nggak usah beli apa-apa. Kamu udah kasih kado paling berharga buatku, dua princess ini," ujarnya sambil mengecup pipi kakak Shalom dan dedek Glow. Tumben jawabannya begini, beda dari tahun-tahun lalu. Mungkin dia mencoba lebih pengertian karena istrinya kerja freelance dari rumah tanpa penghasilan tetap jadi rada kere baru melahirkan 2 bulan lalu jadi masih susah nyolong waktu ke luar rumah ninggalin baby untuk beli kado.

Menyebut pasangan atau anak sebagai kado memang ungkapan yang umum, gombalan standar lah. Eh tapi kalau saya bilang suami saya adalah kado di ultah saya yang ke-26, itu bukan gombal lho! Soalnya, saya memang 'dapat' suami tepat sehari sebelum saya meninggalkan usia seperempat abad. Saya menikah pada 14 Agustus 2009, sementara tiap tanggal 15 Agustus saya memperingati hari kelahiran.

Selasa, 05 Maret 2013

Confession of a List-holic

Sering bingung mau mengerjakan yang mana duluan akibat banyaknya tumpukan pekerjaan di kantor? Atau malah kerap keteteran dan bikin deadline jadi molor? You are not alone. Saya kadang juga suka gitu. Dan saya yakin banget di luar sana ada banyak banget orang yang menghadapi masalah serupa--terutama cewek! Kenapa cewek? Soalnya, "sebagai wanita, secara alami kita harus menjadi seorang multitasker," gitu kata psikolog Jacqui Marson. Ada kerjaan kantor, tugas2 domestik (baca: mulai dari belanja sampai beberes rumah), urusan asmara, dan sebagainya. Apalagi kalau sudah berkeluarga, tentunya tanggung jawab seorang wanita makin besar.

Trus gimana cara mengatur semua peran dan tanggung jawab itu? Kalau buat saya sih cara paling simpel adalah dengan bikin list; to-do-list lebih tepatnya. Buat saya, to-do-list fungsi utamanya adalah untuk mengingatkan apa saja yang harus saya lakukan, jadi bisa lebih fokus mengerjakan hal yang penting dan nggak membuang waktu dengan percuma. Selain itu saya juga jadi bisa menentukan prioritas, serta mengatur pembagian waktu untuk menyelesaikan berbagai tugas.