Jumat, 29 November 2013

Stories from The Past (Review ++)

saya mau mulai postingan ini dengan sebuah kejujuran: history is not my cup of tea.
aslik, buat beberapa orang lain mungkin baca cerita sejarah itu menarik yaaa, but not for me.. hehe.. saya cenderung bosen dan ngantuk kalo baca hal-hal yang berhubungan dgn sejarah. saya kan anak masa kiniiiii *ditimpuk iPad* #ngarep #pasti semangat nangkepnya klo ada yg mau nimpuk iPad #ini kok tambah ngaco sik

eniweiii... beberapa waktu lalu--udah lumayan lama, mungkin setaunan--saya TERPAKSA banget berkutat dgn bacaan sejarah, soalnya saya dapet tawaran job ngedit buku dgn tema tempo doeloe. lah trus klo nggak suka dan ngerasa terpaksa kenapa diterima jobnyaah? ada beberapa alasan nih..



  1. whoa! jadi editor buku? I'd loooooveeee it! editing is my passion; dan selama mimpi cita-cita nulis buku sendiri blm bisa diwujudkan, jadi editor buku bisa jadi pengobat rindu adanya nama saya tercetak di buku. *tsaaahh*
  2. penulis novel ini adalah teman dari teman saya (thanks Ajoe, anak horang kayah!). sebagai miss persahabatan *halah* yang selalu seneng punya temen baru dan memperluas networking, saya langsung bersedia dikenalin ke si penulis yang masih muda belia tersebut.
  3. penulis lalu menceritakan bahwa proyek bukunya ini dijalankan dan bakal diterbitkan secara indie. WOW! anak muda yang rela merogoh kantongnya sendiri demi mewujudkan passionnya menulis buku. sangat patut didukung! begitu pikir saya.
  4. lebih jauh lagi, penulis lalu menceritakan bahwa tema tulisannya memang tempo doeloe, tapi dikemas secara modern dan up-to-date. hmm... this is very interesting to me. antara percaya nggak percaya, yakin nggak yakin, plus penasaran bagaimana caranya penulis mengkomunikasikan cerita sejarah dalam bahasa masa kini: is it really possible?
  5. nggak munafik dan nggak menampik, alasan lain saya terima job ini tentunyaaaa fee editor! *__*
dan akhirnya, saya pun menerima job editing ini. ternyata bukan 1 buku sih yang harus saya edit, melainkan hanya salah satu cerita yang ada di dalam buku ini. ada sekitar 65 halaman ketik yang harus saya edit, jadi saya minta waktu sekitar 2 mingguan--dgn pertimbangan if I got really really bored with the story, I can always delay and delay, sampe deadline mengetuk pintu. HAHAHA. but it didn't happen. malahan, saya udah kelar ngedit dalam waktu kira-kira seminggu. karena walaupun banyak typo dan salah penempatan kalimat, the story itself is very very interesting, dan tulisannya pun mengalir, so i really enjoyed reading it!

long story short, saya resmi menjadi editor cerita berjudul Tjinta Seperempat Abad. Cerita ini  memiliki dua setting yang berbeda: Jakarta tahun 2013, dan Batavia tahun 1940. Menceritakan kisah hidup Dokter Hanafi saat memasuki usia 25 tahun. Seperempat abad rupanya menjadi poin penting dalam hidup Dr.Hanafi, sebuah poin di mana dirinya mengenal jati diri yang sebenarnya, juga mengalami kisah asmara. Cerita ini mengupas tantangan dunia medis dan politik di dalamnya, pada masa penjajahan. Seru!

ciyeee ada nama gueee *norak sendiri* eh tapi agak mengernyit krn tnyt pake ditulis ex-editor SPICE! segala, I'd prefer disebut co-owner DailySylvia deh sebenernya, hehe..



Suatu hari, saya dikabari sama sang penulis: Nadia Silvarani Lubis, klo bukunya sudah jadi dicetak dan siap diterbitkan. Berisi 3 cerita (salah satunya si Tjinta Seperempat Abad ituh) dan novelnya dikasi judul
Stories from The Past
Selain Tjinta Seperempat Abad, ada 2 lagi cerita di novel ini. Semuanya punya benang merah yang sama: ada anak muda yang 'kecemplung' dgn peristiwa tertentu hingga harus bersentuhan dengan kisah masa lampau. Hebatnya, walopun terikat benang merah tersebut, tapi 3 cerita ini punya tema yang berbeda-beda.

Lonceng Eksekusi sempat bikin saya sedikit merinding waktu membacanya, karena menceritakan soal pelukis yang setiap hari menggambarkan ekspresi wajah orang-orang yang akan dieksekusi hukuman mati. Ngebayangin objek lukisannya adalah orang-orang yang sedang tertekan, takut, sedih, marah, kesal, dan seterusnya. Hih, gak asik banget yak kerjaan si pelukis ituh -_- Eh tapi ternyata ada loh satu lukisannya yang memperlihatkan wajah wanita tersenyum (di atas tiang gantungan, siap dieksekusi). Lah kok iso? Mosok iya senyum siiiihh? Nah baca sendiri deh yaaaa.

Sebelum Monas Dibangoen adalah cerita yang paling ringan, simpel, dan cenderung kocak. Topiknya cukup sederhana: kisah asmara Juned dan Rohaye yang kandas akibat tak direstui orangtua. Dan ibarat Romeo dan Juliet, kisah cinta mereka nggak pernah padam, walopun ajal udah hampir menjemput--alias sudah lansia. Engkong Juned dan Nenek Rohaye akhirnya bertemu lagi, jatuh cinta lagi, .... tapi apa iya bisa merajut asmara lagi??? Nggg.. ada deh!

:: pic source ::

Kalo penasaran dan pengen baca buku ini, silakan order aja langsung sama penulisnya melalui email: storydesilva@gmail.com ; cuma perlu bayar 58 ribu bukunya udah sampai ke rumah, tinggal baca deh! :)

Berhubung saya cuma ngedit 1 dari 3 cerita dalam novel ini, rasanya sih masih etis (dan hopefully cukup objektif) yah saya kasih nilai review untuk buku yang satu ini.

= Saya kasih nilai 3 dari 5 untuk buku ini =

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudah baca artikel ini? Tinggalkan komentar ya... Thanks!