Kamis, 06 Desember 2012

The Great Expectation

Sabtu pagi, 12 Juni 2010, untuk kesekian kalinya aku mencoba test pack. Karena sudah beberapa kali kecewa—melihat hasil negatif—hari itu aku mencoba untuk tak terlalu berharap. Saat itu aku dan suamiku memang sudah sangat merindukan kehadiran seorang buah hati, apalagi usia pernikahan kami sudah sekitar 9 bulan.

Tersentak rasanya di kamar mandi ketika melihat ada 2 garis tercetak di test pack. Positif? Really? Bergegas aku kembali ke kamar tidur, hendak memberitahu suamiku. Masuk ke kamar, ternyata suamiku sedang menjalani ritual doa pagi yang biasa dilakukannya. Jadilah dengan perasaan tak menentu aku menunggunya selesai berdoa. Begitu dia selesai berdoa, membuka mata dan berbalik ke arahku, aku memandangnya sambil menunjukkan hasil test pack. “Dua garis, positif bang…” ujarku dengan sedikit bergetar. Suamiku langsung memelukku dengan erat, “Puji Tuhan!” jawabnya. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Kami berdua kemudian tertawa sekaligus terisak, sambil terus berpelukan. Ah, memang campur aduk perasaan kami saat itu.


Rasanya tak sabar mau menunjukkan hasil test pack itu ke semua orang. Selain mengabarkan orangtua dan mertua, aku sedikit ‘berkicau’ di jejaring sosial, Twitter. Foto test pack dengan 2 garis itu aku posting, dengan caption “Positif :)” Segera setelah foto itu ku-posting, reply ucapan selamat dan doa pun berdatangan. Tapi aku memilih tak banyak berkomentar. Posting berikutnya aku cuma menyatakan bahwa itu baru hasil test pack, belum pasti—karena belum cek ke dokter kandungan.

Baru pada hari Senin pagi sebelum berangkat ke kantor, aku dan suami mendatangi RSIA Hermina Jatinegara untuk memeriksakan kandungan. Tempat ini yang kami pilih karena sebelumnya kami pernah mendatangi RS ini untuk berkonsultasi agar bisa segera hamil. Karena belum punya referensi nama dokter kandungan di sana, kami pasrah saja dengan dokter yang available saat itu.

Dr Lastiko, that’s his name. Orangnya sudah cukup tua, rambutnya putih semua. Dokter senior rupanya. Setelah menceritakan bahwa hasil test pack menunjukkan positif, beliau bilang test pack itu 99% akurat, lalu menyuruhku berbaring untuk diperiksa dengan mesin USG.

“Wah, perut ibunya tebal nih… Jadi nggak keliatan,” kata si dokter setelah menggerakkan batang pemindai USG ke seluruh permukaan perutku. Deg. Berasa sih sebenarnya pak dokter lagi ngeledek tubuhku yang gemuk. Tapi berhubung tegang—khawatir hasilnya ternyata memang negatif—aku cuma bisa tersenyum kecut. “Kalau begitu harus lihat dari bawah ya bu,” ujarnya.

And so… pemeriksaan USG pun dilakukan dari bawah (yes, by “bawah” I mean “down there”). Nggak sakit sih, cuma rada aneh aja rasanya. Tapi rasa nggak nyaman itu seakan sirna begitu dokter bilang “nah, itu dia kantong kehamilannya…” sambil menunjuk gambar bulatan kecil di layar. Ah, ternyata aku benar-benar positif hamil!

Berikutnya dari mesin USG itu keluar perhitungan usia kehamilan dan prediksi kelahiran, sesuai tanggal terakhir periode menstruasiku. “Usia kehamilan ibu 5 minggu, perkiraan lahirnya 13 Februari 2011,” terang Dr Lastiko. Kabar ini langsung aku beritakan ke keluarga. “it’s official. Usia kehamilanku 5 minggu. Mohon doakan supaya segala sesuatunya lancar.” Kira-kira begitu sms yang kukirim pada mereka.

Sejak saat itu aku resmi menyandang gelar bumil alias ibu hamil. Excited, pastinya. Walaupun masa kehamilanku diwarnai ups and downs.


·         Trimester 1 :
Tiga bulan pertama dalam kehamilan, kata orang merupakan masa yang paling berat. Biasanya pada periode ini lah bumil mengalami morning sickness alias mual-mual (terutama di pagi hari), serta nafsu makan berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Tapi puji Tuhan hal itu sama sekali nggak aku alami. Nafsu makan justru sangat menggebu-gebu, makan 3-4 x sehari, plus snack time 2x; juga hampir semua jenis makanan bisa aku lahap. Mual jarang sekali, kalaupun ada biasanya justru di malam hari karena kecapean atau masuk angin.

Satu-satunya keluhan yang aku rasakan di trimester pertama adalah rasa ngantuk yang tertahankan. Yang paling bahaya kalau ngantuk itu datang saat aku sedang di motor, biasanya dalam perjalanan panjang--pulang dari kantor menuju rumah bekasi. Karena pernah tertidur sampai menggoyangkan motor dan hampir kehilangan keseimbangan, kami memutuskan untuk tinggal di rumah orangtuaku di cawang, supaya perjalanan tak terlalu jauh dari dan menuju kantor.


·         Trimester 2 :
Masa ini merupakan masa kehamilan yang paling berat buatku. Diawali dengan pegal-pegal di daerah pinggang, paling terasa saat bangun tidur—rasanya kaku banget sampe susah untuk bangun dari tempat tidur. Rupanya aku kurang kalsium (soalnya emang rada males-malesan juga minum susu hamil), akhirnya oleh dokter diberi tambahan kalsium berbentuk tablet, selain multivitamin yang sudah diberikan sejak periksa kehamilan pertama kali.

Masalah berikutnya lebih gawat lagi. Suatu hari aku menemukan semacam luka bakar misterius memanjang di bagian tengah dadaku. Karena jadwal periksa kehamilan masih cukup lama, aku memutuskan periksa ke dokter spesialis kulit di RS Budhi Asih. Tak lupa aku wanti-wanti sama dokter bahwa aku sedang hamil, jadi kalau bisa jangan diberi obat dalam/minum, cukup obat luar saja. Dokter terlihat kaget melihat luka di dadaku, dan nggak bisa menjelaskan kira-kira apa penyebabnya. Dia hanya memberikan resep obat kompres NaCL dan salep. Puji Tuhan, luka itu sembuh dan hilang dalam waktu kira-kira 1 minggu, meskipun bekasnya berupa warna kulit yang agak lebih gelap masih ada sampai sekarang di dadaku.

Sembuh dari luka misterius di dada, bulan berikutnya aku mengalami keputihan. Organ intim kerap terasa gatal dan mengeluarkan bau tak sedap. Awalnya aku berusaha tak terlalu ambil pusing, aku pakai dan rajin ganti pantyliners saja untuk mengatasinya. Pada dokter pun aku cuma bilang suka agak gatal di bagian itu, jadi dokter hanya suruh lebih jaga kebersihan. Tapi lama kelamaan rasa gatalnya semakin mengganggu, sampai-sampai bagian dalam paha pun ikut gatal. Parahnya, kalau pangkal dan bagian dalam paha itu digaruk, beberapa menit kemudian akan jadi perih. Alhasil aku susah jalan karena rasanya sakit saat paha saling bergesekan, jadi harus mengangkang. Atas rekomendasi salah satu tanteku yang juga suster, iritasi di paha itu diberi salep. Selain itu aku juga ganti celana dalam dengan model boxer untuk menghindari gesekan paha.

Saat konsultasi berikutnya, aku langsung bilang pada dokter bahwa keputihannya belum sembuh. Soalnya aku sempat baca di internet kalau keputihan saat hamil bisa berisiko buat janin, apalagi kalau itu sampai terjadi di trimester ketiga, bisa-bisa bayinya keracunan. Akhirnya dokter pun kasih obat yang cara penggunaannya sangat tidak nyaman, yaitu diselipkan di organ intim. Hiii… sempat ngeri dan geli sendiri aku membayangkannya. Apa boleh buat, tiap malam sebelum tidur aku harus menjalankan ritual menyelipkan obat itu, selama 1 minggu. Awalnya memang terasa aneh, tapi lama kelamaan biasa saja, dan yang penting bisa sembuh.

Setelah pengobatan itu, aku harus terus menjaga kebersihan organ intim, terutama setelah buang air kecil, harus disiram dengan banyak air, kemudian dikeringkan dengan handuk atau tisu supaya nggak lembap. Cukup repot karena namanya ibu hamil kan sering sekali buang air kecil. But well, memang harus begitu caranya demi kesehatanku dan bayi di dalam kandunganku.

·         Trimester 3 :
Lagi-lagi yang terjadi padaku bertolak belakang dari orang kebanyakan. Kalau biasanya di trimester terakhir ini bumil jadi tambah ‘rakus’, aku malah makin malas makan. Tetap makan 3x sehari sih, tapi sudah jarang cari snack. Kalau biasanya tiap konsultasi bulanan ke RS ditimbang dan hasilnya berat badanku naik 2-3kg, di trimester ketiga ini tiap bulan hanya naik 1kg. Tapi ketika melihat hasil USG kalau bayiku relatif kecil, aku mulai memaksakan diri banyak makan dan ngemil, terutama mengkonsumsi daging dan es krim—yang konon efektif untuk menambah berat badan bayi. Tapi di sisi lain, dokter menyuruhku mengurangi asupan garam dan yang asin-asin (termasuk makanan favoritku: keju!) karena kakiku yang bengkak.

Gara-gara kaki yang bengkak pula, dokter menyuruhku buru-buru cuti kerja. Dokter khawatir kaki bengkakku itu jadi tanda-tanda pre eklampsia, jadi sebaiknya aku banyak istirahat. Beliau memberikan surat ijin cuti sejak tanggal 17 Januari, padahal tadinya rencanaku akan cuti mulai awal Februari, karena perhitungan due date kan masih pertengahan Februari. Akhirnya aku ambil jalan tengah dan mulai cuti tertanggal 25 Januari 2011.

Di akhir masa kehamilan, masih ada 1 lagi keluhan fisik. Lagi-lagi gatal-gatal dan iritasi kulit. Kali ini di permukaan perut yang semakin melar, rasanya gatal luar biasa. Sebenarnya aku sudah mengantisipasi hal ini dengan melumurinya dengan minyak zaitun, tapi mungkin justru nggak cocok dan membuat iritasi yang cukup parah. Akhirnya sembuh sih gatal-gatalnya setelah diolesi salep, tapi noda hitam masih berbekas sampai sekarang di perutku. Nggak bisa pakai bikini deh! *eh, emang mau kapan dan kemana pakai bikini ya? Haha*


Yah, kira-kira seperti itulah keadaanku selama hamil. Tapi yang kuceritakan hanya sebatas kesehatan fisik. Belum lagi secara psikologis, tentunya aku juga mengalami naik dan turun. Paling drop biasanya kalau sedang ada konflik dengan suami, rasanya dunia mau runtuh! Soalnya aku yang aslinya sudah sensitif dan cengeng ini jadi berkali lipat kadar sensinya selama hamil. Kalau suami lagi nggak bisa terima hal ini (misalnya karena dia juga lagi capek atau sensitif), maka aku berasa ditinggal dan nggak dimengerti. Untungnya hal ini nggak sering-sering amat terjadi kok… Suamiku relatif cukup pengertian dan perhatian, apalagi dia juga sering sharing dengan teman-temannya yang punya pengalaman serupa saat istrinya hamil.

Meskipun dalam cerita ini banyak kesulitan dan masalah, harus aku katakan bahwa masa kehamilan pertamaku ini adalah salah satu masa paling indah, seru, mengharukan, menyenangkan, dan membanggakan buatku. Pantesan banyak yang bilang kalau sudah melahirkan kita akan kangen masa-masa hamil.

Dan walau ‘kehilangan’ masa-masa indah saat hamil, yang paling indah telah tiba. Putri kami, Anastasia Abigail Shalom Panggabean, dia lah permata yang sudah kami nantikan, doa dan pengharapan kami yang telah dikabulkan oleh Tuhan. Thank you Lord, for our great expectation have arrived.

*merasa pernah baca posting ini? wajar.. soalnya emang ini posting lama dr www.marveysonya.multiply.com yg 'pindah rumah' :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudah baca artikel ini? Tinggalkan komentar ya... Thanks!